Yang pasti itu, mati
Sore ini, aku termenung. Baru sadar bahwa jeda antara sidang dengan hari ini hampir 1 tahun. Sementara jeda antara wisuda dan hari ini menginjak 7 bulan. Nelangsa kembali menyapa jiwa. Kenapa Allah memberiku libur yang begitu panjang? Rasanya seperti sebuah hukuman yang entah sampai kapan harus aku nikmati. Aku meringis sambil terduduk, memandangi ibuku yang tengah berlatih untuk ujian SIM C di halaman luas pemakaman umum yang tak jauh dari rumah. Tak lama, ibu memanggil namaku, dan memberiku kode untuk melihat ke arah gerbang yang mulai ramai dimasuki rombongan motor. Tak jauh dari konvoi, aku mendengar suara sirine. Mobil jenazah tiba. Aku rasanya seperti baru saja digampar batu bata yang tak kasat mata. Di saat aku sibuk mendoakan urusan dunia, harta, dan segala yang fana. Ternyata diam-diam, lubang kuburku mulai terbuka. Menantiku untuk masuk ke dalam sana. Dan entah kapan, aku akan menghadapinya. Entah pula mana yang lebih dulu. Kesempatan untuk bekerja. Atau ...