Postingan

Tentang Lomba Adu Pencapaian... dan Privilege.

Gambar
Privilege , privilese, hak istimewa... Apa pun kita menyebutnya, menjadi hal yang paling sering dibahas akhir-akhir ini.  Entah siapa yang memulainya hingga kata ini menjadi tren di kalangan anak muda, yang seakan berlomba "adu pencapaian" dengan rekan sebaya. Ajang alumni menjadi satu dari sekian banyak event atau momen yang menyeramkan bagi mereka yang "lebih lambat larinya" dalam lomba adu pencapaian, atau malah mungkin jadi tempat refreshing bagi mereka yang lebih cepat di lomba itu.  "Kerja di mana..." "Gaji berapa... " "Punya aset apa saja..." "Rencana menikah di gedung A dengan mahar ratusan juta..." dan masih banyak lagi tema lombanya. Yang kalah seringkali bersembunyi dalam kalimat, "Ah, mereka mah enak. Punya privilege . Orang tuanya kan pejabat XYZ, koneksinya banyak, bisa biayain sampe pendidikan S3, S4, S5. Lha, gue? Belum kerja, masih jadi beban keluarga yang tiap pagi kudu makan nasi uduk lauk sindiran ...

Hello, October.

Bagaimana kabar? Aku tahu, ini berat.  Bukan hanya untukmu.  Bukan hanya untukku.  Kita semua merasakannya.  Gelap yang seakan tiada terlihat ujungnya. Tapi tak apa.  Tuhan tak pernah menguji melebihi kemampuan hamba-Nya.  Jika kau tak percaya padaku.  Tak apa.  Percayalah satu hal saja.  Kamu, akan semakin kuat setelah melalui ini semua.  Kita, akan semakin terbiasa dengan keadaan yang ada.  Aku, akan tetap berdoa.  Semoga Tuhan, lekas memberi hikmah.  Atas kesabaran kita melalui pandemi yang terasa semakin berdarah-darah.  Aamiin. 

Bola saljuku, hancur....

Aku ... tentu pernah terluka, oleh banyak rupa. Tapi, rasanya yang lalu sudah bukan apa-apa. Aku berhasil di sini sekarang, lebih dewasa. Hidupku, baik-baik saja. Terlalu, baik-baik saja. Impian baru terajut. Mulai kurapal bagai mantra setiap sujud. Aku bilang ini dan itu, pada Tuhanku. Aku minta ini dan itu, pada-Nya. Semua yang kutahu untuk kebahagiaan dunia. Keluargaku terutama. Aku dan anganku.... Bagai bola salju yang terus menggelinding turun. Besar ... semakin membesar.... Ketika bola saljuku hampir sampai di tujuan. Hujan mengguyurnya. Bukan ... badai lebih tepatnya. Aku tak pernah menyiapkan kedatangannya. Mengira pun tidak. Bola saljuku hancur. Luluh lantak. Yang tersisa, hanya salju berserakan. Perlahan berubah wujudnya. Menjadi air yang mengalir deras. Saking derasnya, aku bahkan tak tahu cara menghentikannya. Memang, sudah bukan hal baru ketika perih terasa. Namun saat asalnya dari harapan yang terlanjur membumbung luarbiasa. Sakitnya pun...

Everything Happens for A Reason

Gambar
Aku sering bertanya.   Mengapa aku harus melalui semuanya?   Sampai Tuhan memberikan akhir cerita. Yang membuatku tak bisa berhenti terpana.  Atas rencana-Nya yang begitu luar biasa. Sejak di bangku SD sebenarnya aku sudah mulai menyadari kehadiran passion -ku. Tapi tetap saja aku sering mengubah cita-cita selayaknya anak-anak. Aku pernah bercita-cita menjadi arsitek, pramugari, bahkan sempat nyeletuk ingin jadi presiden. Tapi, karena memenangkan Olimpiade Sains se-Bekasi di posisi kedua terbaik (dan nyaris masuk semifinal nasional). Aku punya keinginan untuk menjadi seorang dokter, karena merasa aku mungkin jenius di bidang Sains dan aku pun suka belajar IPA.

Yang pasti itu, mati

Gambar
Sore ini, aku termenung. Baru sadar bahwa jeda antara sidang dengan hari ini hampir 1 tahun. Sementara jeda antara wisuda dan hari ini menginjak 7 bulan. Nelangsa kembali menyapa jiwa. Kenapa Allah memberiku libur yang begitu panjang? Rasanya seperti sebuah hukuman yang entah sampai kapan harus aku nikmati. Aku meringis sambil terduduk, memandangi ibuku yang tengah berlatih untuk ujian SIM C di halaman luas pemakaman umum yang tak jauh dari rumah. Tak lama, ibu memanggil namaku, dan memberiku kode untuk melihat ke arah gerbang yang mulai ramai dimasuki rombongan motor. Tak jauh dari konvoi, aku mendengar suara sirine. Mobil jenazah tiba. Aku rasanya seperti baru saja digampar batu bata yang tak kasat mata. Di saat aku sibuk mendoakan urusan dunia, harta, dan segala yang fana. Ternyata diam-diam, lubang kuburku mulai terbuka. Menantiku untuk masuk ke dalam sana. Dan entah kapan, aku akan menghadapinya. Entah pula mana yang lebih dulu. Kesempatan untuk bekerja. Atau ...

Setiap orang, punya Jatahnya.

Gambar
Pernah denger nggak? Kalau seseorang itu takkan mati sebelum rezeki jatah dia habis. Atau... Setiap orang punya jatah ujian yang dikasih Tuhan, dan itu nggak akan pernah melebihi kapasitas kemampuan si hamba. Dua statement itu yang baru-baru ini aku resapi maknanya secara serius.

Aku punya rencana, tapi aku berpasrah pada-Nya.

“Manusia punya rencana, kemudian berusaha mati-matian.  Tapi terkadang lupa, bahwa tanpa meminta bantuan-Nya,  semua akan berantakan.” Skripsi, sidang, wisuda. Terdengar indah dan mudah. Tapi percayalah, tidak sedikit air mata yang tumpah selama prosesnya. Khusus bagian itu, aku takkan pernah menceritakannya. Terlalu memalukan untuk dibahas, kau hanya akan tertawa hingga perutmu kram. Atau, justru merasa tertekan jika sekarang sedang nyaris face to face dengan Skripsi dan Sidang. Dua minggu terlewati setelah aku berfoto dengan toga di kepala. Mendapat hadiah dari berbagai teman yang rela datang tanpa undangan, membuatku selalu teringat betapa manisnya momen wisuda. Tak menyadari momok apa yang semakin lama semakin membengkak, dari topi toga yang kupakai waktu itu dan gelar baru di nama panjangku. Satu per satu teman seangkatanku, mulai memasuki dunia kerja. Instagram mulai ramai dengan kemana teman-temanku berakhir pekan, bersama rekan kerja atau orang tua yan...